Mencatat Keuangan Tanpa Bukti Transaksi, Bolehkah?

Dalam melakukan pencatatan keuangan atas sebuah transaksi, bolehkah jika kita hanya mengandalkan ingatan atau berdasarkan perkiraan tanpa melalui bukti transaksi? Mari kita simak penjelasan ringkasnya berikut ini.
Apa Yang Dimaksud Bukti Transaksi?

Sebelum menjawab pertanyaan utama, tentunya kita harus terlebih dahulu menyamakan persepsi terkait apa itu bukti transaksi.
Bukti transaksi adalah sebuah dokumen (hardcopy), bisa berupa invoice/faktur, kuitansi, bukti bayar, surat kontrak/perjanjian, dan sejenisnya yang menjadi dasar dilakukannya transaksi.
Dalam transaksi keuangan yang bersifat formal, bukti transaksi “wajib hukumnya” untuk disertakan dalam setiap transaksi.
Contohnya saja pada saat anda berbelanja di minimarket atau supermarket dekat rumah anda, bersamaan dengan pembayaran yang anda lakukan pastinya anda juga menerima struk belanja yang isinya adalah semua list barang yang anda beli lengkap dengan kuantitas dan harganya.
Jadi, Bolehkah Mencatat Tanpa Bukti Transaksi?

Dalam pencatatan keuangan, bukti transaksi dijadikan dokumen yang memvalidasi bahwa transaksi yang anda lakukan benar terjadi.
Sebagai contoh, struk pembayaran listrik dapat menjadi dokumen yang memvalidasi bahwa anda telah membayar beban listrik. Faktur penjualan/struk/kuitansi bisa dipakai untuk memvalidasi bahwa sebuah penjualan telah terjadi.
Dengan kata lain, mencatat transaksi berdasarkan bukti transaksi menghindarkan bisnis anda dari mencatat sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi alias transaksi fiktif. Ini sangat penting terutama bagi anda yang sudah memiliki karyawan.
Selain itu, dalam bukti transaksi terdapat informasi-informasi yang berkaitan dengan transaksi tersebut seperti total harga, kuantitas barang/jasa, nama vendor/konsumen, tanggal terjadinya transaksi, sampai dengan nomor bukti transaksi.
Dengan kata lain, mengandalkan bukti transaksi dapat meminimalisir keteledoran anda dalam mencatat keuangan bisnis anda, apalagi jika dibandingkan dengan hanya mengandalkan ingatan atau rekaan belaka.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya melakukan pencatatan keuangan tanpa disertai bukti transaksi tidak boleh dilakukan.
Jika usaha anda masih melakukan pencatatan keuangan tanpa bukti transaksi, mulailah membiasakan diri untuk selalu mencatat dengan bukti transaksi mulai dari sekarang.
Apabila praktik ini terkendala karena pihak lain di luar kuasa anda (vendor/konsumen), cobalah untuk berkompromi dengan pihak tersebut dan berilah argumen-argumen yang logis agar pihak tersebut mau mengikuti sistem yang lebih baik.