Memahami Cara Mencatat Beban Pokok Penjualan
Hai Sahabat Tebi! Pada kesempatan ini kami ingin berbagi insight mengenai cara mencatat beban pokok penjualan secara akuntansi.
Untuk lebih memudahkan pemahaman, kami membuat ilustrasi yang menceritakan seorang pebisnis bernama Intan.
Ilustrasi
Intan, 25 tahun, memiliki toko baju di Jakarta. Menjual baju dengan harga rata-rata Rp 100.000. Baju-baju yang dijual di toko baju Intan sebenarnya dibeli dari Tanah Abang dengan harga Rp 50.000.
Beban Pokok Penjualan
Beban Pokok Penjualan (sering juga disebut Harga Pokok Penjualan) merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadikan suatu barang siap untuk dijual.
Jika beban pokok penjualan tidak ada, maka tidak ada barang yang bisa dijual. Pada usaha yang dilakukan Intan, Beban Pokok Penjualan adalah Rp 50.000 per baju (sebesar baju yang dibeli dari TA).
Beban Pokok Penjualan merupakan biaya variabel yang besarnya ditentukan oleh banyaknya penjualan.
Contohnya, jika Intan menjual 10 baju dengan pendapatan Rp 1.000.000 (10 baju x Rp 100.000). Maka Beban Pokok Penjualannya adalah sebesar Rp 500.000 (10 baju x Rp 50.000).
Lalu, jika Intan menjual 100 baju dengan pendapatan Rp 10.000.000 (100 baju x Rp 100.000). Maka Beban Pokok Penjualannya adalah sebesar Rp 5.000.000 (100 baju x Rp 50.000).
Bagaimana jika pembelian baju dari Tanah Abang adalah 150 baju, sedangkan yang berhasil terjual hanya 100 baju?
Jawabannya, hanya 100 baju saja yang diakui sebagai Beban Pokok Penjualan. Lalu bagaimana dengan 50 baju sisanya yang belum terjual?
Sebenarnya, metode terbaik dalam mencatat pembelian persediaan adalah dengan cara mengakuinya dulu sebagai aset (harta).
Hal ini karena, persediaan yang kita beli nantinya akan terjual dan akan menghasilkan omzet bagi kita.
Oleh karena itu, menjadi logis jika kita akui persediaan yang kita beli sebagai aset usaha kita. Akan tetapi, belum boleh dicatat sebagai biaya karena persediaan tersebut belum terjual.
Dari sini kita memperoleh kesimpulan bahwa 50 baju yang belum terjual masih tercatat sebagai persediaan (aset) bukan biaya. Nanti pada saat baju-baju tersebut terjual barulah akan diakui sebagai biaya.
Kesimpulan
Terdapat dua kesimpulan yang bisa kita ambil dari penjelasan di atas.
Pertama, pada saat membeli persediaan sama saja dengan kita membeli aset. Oleh karena itu sebaiknya pembelian persediaan tidak dicatat sebagai beban melainkan sebagai aset saja.
Kedua, pada saat persediaan dijual maka aset kita akan berkurang. Oleh karena itu, bersamaan dengan berkurangnya aset kita, maka kita juga mengakui beban yang dinamakan beban pokok penjualan.
Ketiga, besarnya beban pokok penjualan akan selalu mengikuti besarnya penjualan karena beban pokok penjualan merupakan biaya variabel.
Itulah insight yang bisa Tebi bagikan kali ini. Bagi yang ingin terus menambah pengetahuan dan wawasan terkait ekonomi, keuangan, akuntansi, dan bisnis ikuti terus artikel Tebi ini ya! Semoga bermanfaat.
bagaimana cara mengetahui harga jual pada laporan keungan yang terdaftar di bei